Perpres Nomor Tujuh Itu Arahnya ke Umat Islam Lagi
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan dia sudah lebih dulu menduga Perpres 7/2021 pasti akan dicurigai. Padahal, menurut Kepala Staf, perpres ini didukung oleh 50 ‘civil society organisation’ (CSO). Dia tak menyebutkan CSO-CSO yang ‘credible’. Hanya menyebutkan Wahid Foundation (WF).
Tak jelas mengapa dia tidak bisa menyebutkan beberapa CSO yang hebat-hebat. Hanya WF yang lumayan dikenal. Yang 49 lagi boleh jadi entah siapa-siapa saja.
Kalau dibaca konsideran, ‘timing’ (waktu) penerbitan, dan tujuan Perpres ini, maka tidak mengherankan kalau Moeldoko bisa menduga sambutan curiga dari publik. Mari kita cermati berbagai aspek dari penerbitan Perpres ini. Sambil mencari poin-poin yang mencurigakan itu.
Pertama, judul Perpres 7/2021. Nama Perpres itu adalah Rencana Aksi Nasional Penanggulangan dan Pencegahan Ekstremisme Berbasis Tindak Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Disingkat RAN PE.
Kita lihat kata terakhirnya: “terorisme”. Sudah bisa ditebak siapa yang dimaksudkan oleh Perpres ini. Pastilah orang akan mengaitkan Perpres ini dengan umat Islam. Apa saja indikasinya?
Pertama, semua peristiwa yang disebut terorisme di masa lampau selalu berurusan dengan umat Islam. Tindakan penguasa terkait peristiwa-peristiwa terorisme acapkali melibatkan umat Islam, para tokoh Islam, pendidikan Islam, sampai ke hal-ihwal pengelolaan masjid, pengajian, dlsb.
Kemudian, program pencegahan terorisme yang dilakukan para penguasa selama ini selalu terkait dengan konten ceramah agama, tipe ustaz, kiyai maupun ulama, hingga ke cara berpakaian dan tampilan (celana cingkrang, cadar, janggut, dll).
Kedua, ‘timing’ (waktu) penerbitan Perpres 7/2021 ini berdekatan dengan kepulangan H125 dari Arab Saudi dan peristiwa pembunuhan enam pemuda Front pada 7 Desember 2020. Kalau dilihat skala tindakan penguasa terhadap H125 dan Front, jelas sekali para penguasa melihat peristiwa KM-50 sebagai drama ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.