RESONANSI

Sedih dan Malu, Garuda Indonesia akan Hembuskan Napas Terakhir

Sangat pilu dan malu. Perusahaan penerbangan Garuda Indonesia, sebagai pengusung bendera nasional (flag carrier), akan segera menghembuskan napas terakhirnya. Perusahaan BUMN ini semakin dekat ke liang kubur kebangkrutan.

Menyedihkan sekali. Pagi ini saya duduk termenung sambil sarapan. Tidak masuk akal negara besar ini bisa kehilangan perusahaan penerbangan kebanggaan rakyat. Tapi, itulah yang akan terjadi. Tak lama lagi sakaratul maut itu akan berlangsung. Garuda kini sakit keras. Napasnya satu-satu.

Tak seorang pun peduli Garuda akan mati. Presiden Jokowi diam saja. Malahan beliau pernah mengancam akan menutup BUMN yang bermasalah. Para politisi senior juga tak ambil pusing.

Ada benarnya bahwa BUMN yang bermasalah tidak usah dilanjutkan. Tapi, Garuda Indonesia bukan BUMN biasa. Perusahaan penerbangan ini tidak hanya dituntut untuk fungsional dalam bisnis. Tidak hanya bisnis murni yang menjadi misi Garuda. Dia menjadi taruhan nama baik Indonesia di pentas internasional. Eksistensi Garuda adalah eksistensi bangsa dan negara ini di level global.

Kematian Garuda akan menjadi berita yang sangat buruk bagi Indonesia di mata dunia. Sangat memalukan kalau itu terjadi. Sebab, negara-negara yang jauh lebih kecil dan lebih lemah dari sisi produktivitas dan finansial, masih mampu memiliki maskapai “flag carrier”.

Tak lama lagi, kaunter Garuda di bandara-bandara internasional akan ditutup. Lenyaplah Garuda dari bandara Schipol di Amsterdam. Akan hilang dari bandara Narita di Tokyo dan bandara Osaka. Selesailah riwayatnya di Melbourne, Sydney, Perth, Hong Kong, Shanghai, Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, dlsb.

Kematian yang tidak wajar. BUMN pembawa bendera ini nyaris tak pernah mengalami masa keemasan. Bermasalah terus dari waktu ke waktu. Kasihan sekali.

Sewaktu “masih sehat” pun Garuda memang selalu dirundung problem. Intinya adalah salah kelola (miss-management). Garuda dijadikan sapi perahan. Dijadikan tempat menitipkan anak-keponakan orang-orang yang punya kuasa. Dijadikan ajang untuk mengeruk keuntungan pribadi oleh silih berganti direksinya.

Saya pernah mendengar cerita dari seorang mantan pejabat senior Garuda tentang “fee” belasan juta dollar dalam proses pengadaan pesawat. Itu terjadi pada awal pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada Mei 2020, Emirsyah Satar (Dirut Garunda 2005 s/d 2014) dijatuhi hukuman penjara delapan tahun. Dia dikenai denda USD 1,4 juta karena tuduhan suap dan pencucian uang (money laundering) terkait pembelian pesawat dari Airbus dan mesin dari Rolls-Royce.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button