NUIM HIDAYAT

Terima Kasih Ibu dan Bapak yang Telah Mendidikku

Ia mengikuti perkembangan pemikiran Islam di tanah air. Ia pernah menyuruhku membeli buku “Lentera” karya Quraish Shihab dan “Tafsir Sosial Ekonomi” karya Dawam Rahardjo. Ia juga membeli buku ESQ karya Ari Ginandjar.

Bapak membaca Al-Qur’an tidak begitu lancar. Ia senang membaca terjemahannya. Ketika meninggal dunia, kata adik saya yang di kampung, ia memeluk Al-Qur’an dan terjemahnya.

Bapak adalah guru seni. Ia pernah menggambar simbol masjid untuk masjid at Taqwa. Ia adalah ‘aktivis Muhammadiyah’. Bapak yang mengarahkan aku dan kakak agar belajar di SMP dan SMA Negeri. Aku belajar di SMAN Cepu, sedangkan kakak belajar di SMAN Bojonegoro. Aku dan Kakak akhirnya kuliah di IPB Bogor.

Dalam mencari sekolah ia tidak sembarangan. Adikku didaftarkan sekolah ke sekolah Muhammadiyah satu di Yogyakarta. Sebuah sekolah yang berprestasi di Yogya. Adikku akhirnya kuliah di IAIN Yogya sambil mondok di Pesantren Krapyak.

Bapak pernah membeli kamera ketika waktu haji. Ingat saya kamera itu bermerek Yashica. Kamera itu ia gunakan untuk menfoto anak-anak SD di sekolahnya, untuk menambah penghasilan. Kamera yang diberi Bapak itu akhirnya aku gunakan untuk menfoto kerusuhan Mei 1998. Aku menfoto kerusuhan dan ‘pembakaran gedung-gedung di Jakarta’ itu hingga dua rol. Hasil pemotetan itu diantaranya aku berikan Fadli Zon. Sayang, kata Fadli, foto-foto itu ikut terbakar, bersama rumahnya yang terbakar di Raflesia Hill di Cibubur. Dokumentasiku sendiri hilang entah kemana.

Bapak memang orang yang dipercaya di kampung. Selain menjadi guru dan kepala sekolah SD –jabatan terakhir penilik sekolah- ia juga pernah menjadi amil zakat dan petugas pemilu. Aku ingat waktu kecil membantu mengetik Bapak daftar nama orang-orang yang mengikuti pemilu.

Di desaku memang Islamnya cukup kuat. Sehingga Golkar dan PDI hanya meraih suara kecil dalam pemilu. PPP saat itu sangat kuat di desaku. Waktu kecil aku pernah ikut kampanye PPP. Saat itu juru bicara PPP menyatakan bahwa Golkar itu singkatannya Golongan Kafir Quraisy.

Bapak menyembunyikan pilihannya. Tapi saya duga kuat ia PPP. Karena waktu itu pemerintah sangat ketat mengawasi pegawai negeri. Pegawai negeri saat itu diharuskan mencoblos Golkar.

Bila Bapak Muhammadiyah, maka Ibu NU. Ibu yang mengarahkan aku dan anak-anak ngaji ke paman Kiai Sadili. Maka di waktu SD dan SMP, aku tiap malam hampir selalu ngaji kitab pada paman. Terutama kitab arab pegon atau Arab Jawi. Selain ngaji pada paman, aku juga ngaji ke Kiai Qahar, Kiai Syamsul dan lain-lain.

Ibu berprofesi pedagang. Tiap hari ia pergi ke Pasar Purwosari, sekitar tiga kilometer dari rumah. Ibu jualan pakaian, celana, sarung, dan lain-lain. Selain berdagang, ibu senang ngaji. Ia sering ngaji di rumah.

Ibu masih hidup, usianya kini sekitar 73 tahun. Mesti jalannya agak susah, ia tetap pergi ke pasar. Mungkin ia senang dengan kawan-kawannya di pasar. Ibu senang bergaul dengan orang. Matematikanya luar biasa. Bila berhitung ibu cepat sekali. Hafalannya juga luar biasa. Tanggal lahir anak dan cucunya ia hafal semua.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button