DAERAH

Munas I AKBAM: Merumuskan Jalan Menuju Kebangkitan Perguruan Tinggi Islam

Solo (SI Online) – Asosiasi Kampus Berbasis Akhlak Mulia (AKBAM) menggelar musyawarah nasional (Munas) perdana di Kota Solo, Jawa Tengah, 10 April 2021. Munas yang diikuti puluhan kampus dan ma’had aly ini mengusung tema “Momentum Kebangkitan Perguruan Tinggi Islam.”

“Peristiwa hari ini bisa dikatakan sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan Perguruan Tinggi Islam (PTI) di Indonesia,” salah satu tokoh AKBAM yang juga Direktur Attaqwa College, Depok, Dr. Adian Husaini, dalam pembukaan Munas I AKBAM, Sabtu (10/04/2021).

Adian mengatakan, AKBAM dibentuk sebagai tindak lanjut dari hasil diksusi nasional online yang dilaksanakan pada Kamis, 21 Mei 2020 lalu. Diskusi yang diikuti utusan berbagai perguruan tinggi Islam, baik universitas, sekolah tinggi, ma’had aly, maupun institut itu menyepakati dibentuknya AKBAM. Deklarasi dilaksanakan pada 23 Mei 2020 bertepatan dengan 30 Ramadhan 1441 H.

“AKBAM ini unik, menghimpun berbagai bentuk jenis kampus Islam, bentuknya ada yang formal seperti universaitas sampai pesantren. Semua saling menguatkan, bersinergi, insyaallah,” kata Adian.

Menurut Adian, kampus atau pesantren tinggi yang bisa menjadi anggota asosiasi ini adalah kampus yang bersepakat dan bersungguh-sungguh untuk menjadikan iman, takwa dan akhlak mulia sebagai standar utama kompetensi kelulusan.

Saat ini, seperti termuat dalam laman resminya, anggota AKBAM sudah mencapai 52 kampus/pesantren tinggi dari seluruh Indonesia. Visi AKBAM adalah menjadikan kampus unggul berbasis iman, takwa dan akhlak mulia.

Terkait dengan sejarah pendirian perguruan tinggi Islam, Adian mengingatkan bahwa tonggak pertama PTI adalah pendirian Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 8 Juli 1945.

“Kisahnya bermula dari Keputusan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) yang pada akhir tahun 1944 membuat dua keputusan penting,” kata Adian.

Dua keputusan penting Masyumi yang dimaksud adalah, pertama, pembentukan barisan mujahidin dengan nama Hizbullah. Kedua, pendirian Perguruan Tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI). Selanjutnya dibentuk Panitia Perencana STI yang dipimpin Muhammad Hatta.

“STI resmi dibuka pertama kali pada tanggal 27 Rajab 1364 Hijriah atau 8 Juli 1945. Itu berarti 41 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945,” kata Adian.

Dalam perjalanan panjangnya, STI yang awalnya didirikan di Jakarta itu berpindah ke Yogyakarta dan berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Adian juga mengingatkan, para tokoh Islam dan pendiri bangsa mendirikan PTI dengan tujuan mulia. Tujuan itu berbeda dengan tujuan-tujuan pragmatis banyak perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Bahwa, perguruan tinggi sekedar tempat traning untuk melahirkan pekerja.

Karena itu, mewujudkan tujuan ideal pendirian perguruan tinggi Islam, para pengelola dan pimpinan PTI bertekad dan merumuskan jalan menuju kebangkitan PTI.

“Kita wajib melanjutkan perjuangan para perintis dan pendiri PTI, seperti Bung Hatta dan Mohammad Natsir, agar PTI akan menjadi Perguruan Tinggi terbaik yang mampu mewujudkan tujuan dan cita-cita mulianya. Ingatlah pesan Mohammad Natsir, ‘jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut,” pungkas Adian.

red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button